
POSTNTT.COM|| MAKASSAR - Gerakan Mahasiswa Manggarai Raya Makassar (GAMMARA) menggelar Konferensi Pers terkait polemik seputar tolak Tambang Batu Gamping dan Pabrik Semen yang terjadi di Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur. Konferensi Pers bertempat di Benteng Somba Opu Makassar, pada Selasa (14/07/2020).
Di hadapan puluhan mahasiswa dan juga awak media, Koordinator Gerakan Mahasiswa Manggarai Raya (GAMMARA) Makassar, Fransiskus Gunawan mengatakan, dari kajian ilmiah yang dilakukan oleh Gerakan Mahasiswa Manggarai Raya (GAMMARA) Makassar diketahui bahwa polemik tambang dan pabrik semen di Manggarai Timur nyatanya memang terus mendapatkan penolakkan, baik itu dari kalangan masyarakat dan mahasiswa maupun juga dari LSM dan juga sejumlah aktivis lingkungan hidup lainnya.
Penolakkan tersebut, kata Fransiskus Gunawan, terjadi bukan tanpa dasar yang jelas. Akan tetapi karena ketakutan akan adanya bahaya besar yang ditimbulkan dari pembangunan pabrik semen dan juga tambang batu gamping tersebut bagi generasi penerus.
Lebih lanjut, Fransiskus Gunawan mengatakan, sejauh ini, salah satu mata pencaharian warga masyarakat Luwuk dan Lengko Lolok adalah dengan bertani. Di dalamnya, masyarakat setempat pun menjual hasil komoditi yang diperolehnya dari bertani guna menopang kehidupan ekonominya.
Karena itu, masih kata Fransikus, kehadiran pabrik semen dan tambang batu gamping sebetulnya memang perlu ditolak karena selain merusak lingkungan, kehadiran tambang dan pabrik semen tersebut juga akan merusak tatanan budaya.
"Lambat laun, satu kesatuan entitas sosial masyarakat adat setempat, termasuk identitas kulturnya pasti akan hilang," jelas Fransiskus.
Dikatakan Frasnsiskus, hal tersebut bukan suatu propaganda karena dalam kenyatannya, masyarakat Lengko Lolok dan Luwuk, khusunya di pedesaan masih melekat dan memegang jejak tali leluhur atau nenek moyang.
Karenanya, dampak dari pembangunan ini dikhawatirkan akan menghilangkan jejak adat istiadat, jika direlokasi.
"Pemerintah Pusat, sudah menetapkan pariwisata sebagai prime over yang mendongkrak ekonomi NTT. Karena itu, daya dukung lingkungan dan pariwisata di NTT pada umunya dan Manggarai Timur pada khususnya mesti menerapkan hal tersebut sebagai salah satu peluang yang mesti dimanfaatkan guna menopang kehidupan ekonomi melalui ekowisata dan ekonomi kreatif. Tambang bukan sebagai prime over yang mendongkrak ekonomi NTT," jelas Gunawan.
Lebih jauh, Fransiskus Gunawan juga menjelaskan bahwa dari kajian yang ada, GAMMARA Makassar pun secara tegas mendesak beberapa pihak terkait yang dinilai ikut bertanggung jawab dalam menangani persoalan yang terjadi, diantaranya:
1. Mendesak KLHK agar tidak terburu-buru mengeluarkan surat rekomendasi IUP, mengingat SK No 8/MENLHK/SETJEN/PI.A.3/1/2018 tentang penetapan wilayah ekoregion Indonesia, SK 297/MENLHK/SETJEN/PI.A.3/1/2019.
2. Mendesak Gubernur NTT untuk melakukan program pariwisata sebagai prime over penggerak utama ekonomi (Tambang bukan prime over).
3. Mendesak Gubernur NTT untuk menerapkan dua poin Sustainaible Development Goals (DVG).
4. Gubernur NTT, laksanakan pidato perdana.
5. Mendesak Bupati Manggarai Timur untuk mencabut izin lokasi.
6. Mendesak DPRD Manggarai Timur harus lebih utamakan kepentingan rakyat bukan kepentingan pribadi.
7. Mendesak Pemda Manggarai Timur untuk terapkan Perda Kabupaten Manggarai Timur No 1 Tahun 2018 tentang hak dan kewajiban masyarakat hukum adat, pasal 8 huruf (b) dan huruf (c).
8. Mendesak Bupati Manggarai Timur untuk melaksanakan amanat UU 1945 pasal 18b ayat 2 tentang perlindungan masyarakat adat.
Adapun solusi yang ditawarkan Gerakan Mahasiswa Manggarai Raya (GAMMARA) Makassar.
1. Pemberdayaan petani.
2. Eko kreatif dan Eko wisata.
Penulis: Iren Leleng